Skrining HIV AIDS di LAPAS Kotabaru
Dinkes Kotabaru, – Untuk melaksanakan salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 terutama pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (HIV) perlu dilakukan edukasi perilaku berisiko dan skrining, ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru Drs. H. Akhmad Rivai, M.Si ketika meninjau pemeriksaan skrining HIV AID bagi warga Lapas Kotabaru.
Kegiatan pemetaan hotspot dan skrining HIV AID diselenggarakan Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru bersama Puskesmas Dirgahayu dan pihak Lapas Kotabaru dan saat ini pemeriksaan tahap kedua sebanyak 200 orang dan tahap I juga sebanyak 200 orang dari kurang lebih penghuni Lapas sebanyak 900 orang.
Rivai mengatakan bahwa HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, dari namanya sudah jelas bahwa HIV ini adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Akibatnya sistem kekebalan tubuh tidak mampu bekerja sebagaimana mestinya. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yaitu sebuah sindrom yang disebabkan karena terserang virus HIV dengan stadium yang sudah parah. Jadi “HIV adalah penyebab AIDS, dan AIDS merupakan tingkatan HIV yang sudah lebih parah. HIV bisa diketahui dari gejalanya, stadiumnya mulai dari satu hingga empat,” ujarnya.
Kelompok berisiko terinfeksi HIV yang perlu diberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan SPM meliputi ibu hamil; pasien TBC; pasien infeksi menular seksual (IMS); penjaja seks; lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL); transgender/waria; pengguna napza suntik (penasun); dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan hotspot yang dapat digunakan dalam mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk merencanakan intervensi pencegahan HIV yang lebih efektif, juga sekaligus dilakukan pemeriksaan skrining untuk mendeteksi secara dini HIV dengan reagen pertama, sehingga jika ada terindikasi positip perlu dilakukan pengobatan sesegeranya.” ujar Rivai. (/dinkes)